People
Jakarta - CEO Vidio, Sutanto Hartono, berbagi cerita tentang kepemimpinannya dalam mengembangkan platform streaming Vidio menjadi yang terkemuka di Indonesia. Ia berbicara tentang pengalaman ini dalam acara talkshow CEO2CEO bersama CEO QuBisa, Suwardi Luis.
Dalam talkshow tersebut, Sutanto menceritakan bahwa Vidio awalnya memiliki pendekatan yang berbeda sebelum menjadi populer seperti sekarang. Awalnya, Vidio yangidenya berasal dari pendirinya, Adi Sariaatmadja, adalah platform UGC (UserGenerated Content) yang mempublikasikan konten populer dari layanan Free-to-Air milik Emtek yang ada di YouTube.
"Sekitar tahun 2014, UGC mulai menghadapi berbagai masalah. Pada saat itu, teknologi AI belum banyak digunakan, sehingga sering muncul konten yang tidak sesuai. Ini berdampak juga pada iklan, karena konten iklan dianggap tidak aman," jelas Sutanto.
Perubahan konsep terjadi saat Vidio menjadi platform resmi untuk streaming Asian Games 2018, yang mendapat respons positif dari masyarakat. Vidio kemudian berubah dari platform UGC menjadi platform yang menyajikan konten olahraga dan konten asli dari para profesional.
Selama fase transisi ini, Sutanto Hartono menjelaskan bahwa Vidio berusaha untuk bersaing dengan para pemain global, walaupun pada saat itu layanan streaming global belum banyak beroperasi di Indonesia. Namun ia yakin suatu saat layanan-layanan tersebut akan banyak masuk ke Indonesia.
"Saat itu saya mengajukan tantangan kepada tim kami untuk siap menghadapi persaingan dari para pemain besar dalam industri streaming yang akan datang. Kami mengidentifikasi keunggulan, value yang diberikan bagi pengguna, dan apa saja yang membedakan kami dibandingpesaing lainnya," ungkap Sutanto Hartono.
Dari situVidio menyadari bahwa masyarakat Indonesia sangat menyukai konten lokal, sehingga konten lokal pun dijadikan sebagai fokus utama. Vidio dibangun dengan tiga pilar utama: live streaming, olahragadan serial konten asli.
Tiga pilar tersebut kemudian membawa Vidio menjadi platform streaming nomor satu di Indonesia. Berdasarkan riset dari Media Partners Asia (MPA) pada kuartal keempat tahun 2022, Vidio mendominasi dalam kategori seperti jumlah pengguna aktif bulanan, total waktu streaming, serta pertumbuhan dan jumlah pelanggan.
Cerita Perjalanan Awal Karier
Selain berbagi kisah tentang perkembangan Vidio, Sutanto juga menceritakan perjalanan kariernya. Ia pun mengungkap memiliki segudang pengalaman di berbagai bidang sebelum bergabung dengan Emtek. Mulai dari Firma Konsultan Booz Allen Hamilton, hingga menjadi Senior Vice President di Sony Music Entertainment untuk kawasan Asia Tenggara. Ia juga pernah menjabat sebagai Managing Director RCTI dan Direktur Media Nusantara Citra, sebelum akhirnya menjadi Country General Manager Microsoft Indonesia.
Sutanto berbagi pesan kepada generasi muda. Ia berpegang pada filosofi “Pick the battle, sometimes peace is better than being right” atau "Memilih pertempuran, terkadang kedamaian lebih baik daripada kebenaran". Baginya ini penting, karena kita harus memilih mana yang perlu diperjuangkan dan mana yang tidak. Jangan sampai energi dan waktu terbuang sia-sia dalam argumen yang sebenarnya tidak begitu penting.
Ia juga menekankan pentingnya seni mendengarkan, terutama sebagai seorang pemimpin. Mendengarkan orang lain membantu kita memahami sudut pandang mereka, meskipun kita tidak selalu harus setuju. Ini juga membuat orang merasa dihargai.
"Dalam peran kepemimpinan, mendengarkan pendapat orang lain sangatlah penting. Meskipun keputusan akhir mungkin berbeda, tapi mereka merasa dihargai karena telah didengarkan," Demikian tutupnya.
Wanda Indana
Editor: Ivan Mulyadi
(Artikel diambil dari website
Jika ada informasi yang ingin ditanyakan, silakan Chat WA Customer Service & Social Media kami:
Subscribe our latest insight and event
FOLLOW US
© 2024 ONE GML Consulting