Culture
"I believe in luck. But the harder you work, the more luck you will have." Thomas Jefferson
Insiden jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di sekitar Kepulauan Seribu, merupakan shocking event bagi masyarakat. Berbagai media massa memberitakan kasus ini dengan mengaitkan kinerja maskapai pada masa krisis pandemi ini.
Industri penerbangan memang merupakan industri yang terkenal sangat kompetitif. Perang harga, rendahnya loyalitas penumpang, rentan terhadap kenaikan harga minyak, dan anjloknya industri pariwisata akhir-akhir ini, menyebabkan banyak maskapai besar pun sulit, bahkan untuk sekadar bertahan. Belum lagi kasus force majeure dapat terjadi setiap saat.
Namun dalam industri yang kelihatannya menakutkan ini, dulu pernah muncul salah satu perusahaan terbaik di dunia, Southwest Airlines. Jim Collins dalam bukunya Great by Choice memaparkan hasil studinya yang menunjukkan dalam kurun waktu 30 tahun, antara 1973 sampai 2003, Southwest merupakan perusahaan yang memberi Return on Investment (ROI) terbesar bagi investor, bahkan mengalahkan nama-nama besar lainnya seperti Walmart, GE atau IBM.
Tapi Southwest pun bukan perusahaan maskapai yang selalu lucky. Maskapai Amerika Serikat ini pun pernah mengalami musibah. Pesawatnya yang terbang dari New York menuju Dallas mengalami ledakan kipas pendingin turbin yang menyebabkan satu jendela pesawat pecah. Satu penumpang meninggal dalam kecelakaan tersebut.
Menariknya, setelah kejadian tersebut justru banyak pujian diberikan kepada maskapai tersebut, khususnya kepada pilot dan crew yang dengan tenang menangani kepanikan penumpang dan berhasil mendaratkan pesawat.
Bandingkan kasus Southwest dengan kompetitornya, United Airlines. Di bulan yang sama, United menjadi target boikot bagi penumpang karena kasus yang sederhana namun ditangani dengan salah.
Seorang penumpangnya, dokter berusia 69 tahun, sudah duduk dalam pesawat namun diminta turun supaya bisa memberikan tempatnya kepada penumpang prioritas lainnya. Ketika permintaan ini ditolak, David Dao, sang dokter, ditarik dengan brutal sehingga darah mengucur dari mukanya.
Kejadian ini berhasil didokumentasi penumpang lainnya lalu video ini menjadi viral. Dalam beberapa hari setelah kejadian, saham United anjlok sekitar 20 triliun Rupiah.
Perusahaan tidak dapat terhindar dari faktor eksternal yang mengancam. Namun cara menghadapi ancaman tersebut merupakan tindakan yang harus dipilih secara matang. Pilihan tindakan untuk menghadapi ancaman atau peluang dari luar ini disebut strategi perusahaan.
Southwest Airlines telah berumur lebih dari 50 tahun. Sekitar sepuluh tahun setelah perusahaan berdiri, manajemen perusahaan memutuskan untuk menentukan enam nilai budaya perusahaan untuk menjadi arahan perilaku karyawan. Salah satu nilai tersebut adalah "Servant's Heart."
Ketika para pilot dan pramugari diwawancara paska kecelakaan pesawat, mereka semua sepakat bahwa nilai budaya ini memberi kekuatan bagi mereka untuk bersikap tenang. Segera setelah mendarat, kapten Tammy Jo Shults mendatangi setiap penumpang di dalam pesawat untuk memastikan mereka dalam keadaan baik.
Budaya perusahaan tidak terbentuk dengan sendirinya. Southwest membentuk Culture Department untuk mensosialisasikan nilai budaya dengan berbagai ragam cara: pelatihan kepemimpinan, penghargaan kepada karyawan dengan sistem poin yang bisa ditukar dengan hadiah, kunjungan tim manajemen ke lapangan ikut membersihkan pesawat dan lainnya.
Pembentukan budaya juga didukung dengan implementasi sistem manajemen yang transparan, termasuk laporan keuangan yang terbuka, serta manajemen kinerja yang disiplin. Southwest menerapkan sistem Balanced Scorecard sejak lama, dan telah menjadi contoh kasus yang dibahas dalam berbagai buku manajemen.
Sasaran organisasi seperti optimalisasi revenue dan efisiensi jumlah pesawat yang digunakan tetap diseimbangkan dengan fokus kepuasan pelanggan di maskapai low-cost carrier ini. Ketepatan waktu dan harga yang kompetitif selalu dijadikan fokus utama. Sasaran kinerja di level korporasi diturunkan sampai ke level bagian, sehingga jumlah hilangnya bagasi per 1.000 penumpang juga menjadi key performance indicator di unit kerja.
Implementasi sistem manajemen strategi dan kinerja yang terintegrasi serta transparan merupakan keniscayaan bagi perusahaan yang ingin tumbuh berkesinambungan. Bagi Southwest yang bermain di industri penuh ancaman, prestasi yang pernah ditorehkan selama puluhan tahun, serta memiliki 85% karyawan yang menyatakan bangga bekerja di perusahaan, merupakan bukti nyata bahwa pertumbuhan adalah pilihan hidup, bukan hanya faktor keberuntungan.
Suwardi Luis
CEO GML Performance Consulting
Jika ada informasi yang ingin ditanyakan, silakan Chat WA Customer Service & Social Media kami:
Subscribe our latest insight and event
FOLLOW US
© 2024 ONE GML Consulting